Tuesday 26 December 2017

Perjalanan yang Sebelumnya Tertunda : Bangkok & Chiang Mai!


Seorang teman meminta gue untuk melanjutkan kembali blog yang sudah lama terbengkalai ini. Berpikir sejenak, ada benarnya melanjutkan blog ini daripada cuma terpajang manis di Instagram tanpa update dan disinilah gue suatu sore mengenang kembali perjalanan terakhir yang gue lakukan akhir November 2017 lalu ke negara Gajah. Ya benar, Thailand. Singkat cerita, sekitar Maret 2017 gue juga berencana ke Thailand, namun karena dua tiga dan lain hal, perjalanan tersebut batal sehingga tiket PP Jakarta-Bangkok senilai 1,6 juta gue raib sudah. Namun ada baiknya juga sih, karena gue merasa perjalanan kali ini lebih lebih lebih menyenangkan daripada perjalanan yang akan gue lalui Maret lalu. So, let’s see what happens in Thailand....


Everyday is Thaitea day in Thailand

Gue ke Thailand bersama 4 orang teman, yaitu Angga, Darto, Laila, dan Faris (BB ponds team). Di Thailand, kami mengunjungi 2 kota terbesar, yaitu Bangkok dan Chiang Mai. Bangkok merupakan ibukota dari Thailand yang menurut gue tidak banyak berbeda dari Jakarta, mulai dari kesibukannya, kepadatannya, hiruk pikuknya, bangunannya, sampai udaranya (namun lebih panasan Bangkok sih). Yang berbeda disini adalah terdapat banyak temple megah yang berdiri di tengah kota jika kita berada di Bangkok. Selama di Bangkok, kami lebih memilih untuk menggunakan transportasi bus umum, perahu, dan BTS karena harganya yang murah (rata-rata dibawah 10TBH/Rp 4.250, kecuali untuk BTS ya karena harganya diatas itu). Kami pun tidak khawatir kelaparan saat malam hari karena banyak pasar-pasar yang masih ramai di Bangkok (maklum, sampai Bangkok malam hari). 


Day 1




Today is temple day! Hari ini kami berencana untuk mengunjungi temple-temple yang ada di Bangkok. Kami berangkat pagi-pagi dari hostel ke Chao Phraya River untuk menaiki perahu dan mengunjungi Wat Pho. Wat Pho ini juga disebut sebagai The Temple of Reclining Buddha dimana terdapat patung Buddha berwarna emas yang sangat besar sedang berbaring. Tiket masuk Wat Pho ini adalah 100TBH dan sudah mendapatkan sebotol kecil air minum. Cukup membantu memang air putih tersebut karena Wat Pho sangat-sangat luas dan kami berkeliling ke setiap sudut. 



 






 



 
Kami juga memasuki ruangan dimana terdapat patung Buddha yang tertidur. Masuk ke ruangan ini diharuskan melepas alas kaki. Kita akan diberikan kantong plastik untuk membawa alas kaki kita.



Kami juga memasuki ruagan tempat beribadah dan tentu saja alas kaki juga dilepas ya.



 

Setelah puas berkeliling Wat Pho, kami mencari makan di sekitar dan mengunjungi Wat Arun. Keindahan Wat Arun sudah terlihat sejak kami naik perahu di Chao Phraya River. Tiket masuk Wat Arun ini adalah 50TBH. Detail ornamen Wat Arun lebih ciamik menurut gue dibandingkan Wat Pho. Ornamen tersebut berasal dari porselen dan keramik Tiongkok. Semua keindahan Wat Arun membuat gue jatuh cinta pada pandangan pertama untuk setiap sudutnya! Hal mengejutkan lainnya dari Wat Arun adalah para pedagang di pasar Wat Arun yang jago berbahasa Indonesia. Wat Arun juga sangat cantik dilihat saat senja atau saat matahari terbenam. Sayangnya kami tidak mendapatkan momen tersebut karena malam ini kami akan langsung berangkat ke kota selanjutnya, Chiang Mai.


Sungai Chao Phraya River berlatarkan Wat Arun





Selesai menjajaki kaki di kedua temple tersebut, kami mencari makan dan langsung ke terminal bus untuk menuju Chiang Mai dengan menggunakan bus umum. Bus antar kota di Thailand dibagi menjadi beberapa kelas yang dapat dilihat dari fasilitasnya. Ada bus kelas 2, kelas 1, dan VIP. Kami memilih bus kelas 2 dan ternyata bus antar kota di Chiang Mai adalah bus double decker (bus tingkat)! Wow happy banget karena ini pertama kalinya ngerasain bus double decker antar kota dimana perjalanan dari Bangkok ke Chiang Mai memakan waktu sekitar 11-12 jam dan kami mendapatkan bangku di tingkat atas. Bus kelas 2 memiliki AC, kamar mandi, pijat yang terdapat di setiap kursi, selimut, roti dan air putih. Harga bus kelas 2 ini kurang lebih 450-500TBH.

*sayang banget ga moto bus double decker beserta isi-isinya :( 


Day 2

Udara dingin menyambut kedatangan kami saat tiba di Chiang Mai pada pagi hari. Beberapa orang menghampiri kami dan menawarkan kendaraan untuk mengantar kami ke tempat tujuan. Kami pun menanggapi salah satu bapak-bapak yang menyapa kami. Untungnya beliau sedikit mengerti bahasa Inggris. Bapak tersebut menawarkan untuk mengantar kami ke hostel tempat kami menginap yaitu di The Dorm Chiang Mai (Old City) menggunakan Songthew (sejenis angkutan umum berwarna merah yang ada di Chiang Mai). Melihat tidak ada pilihan lain, kami pun menawar harga yang sebelumnya di tembak oleh bapak tersebut dan akhirnya kami mufakat. Sesampainya di hostel, bapak tersebut juga menawarkan untuk mengantarkan kami ke tempat-tempat wisata yang ingin kami kunjungi di Chiang Mai. Dengan banyak pertimbangan dan review yang kami baca sebelumnya, kami memutuskan untuk menerima tawaran bapak tersebut dan terjadilah tawar menawar harga dan tempat, yaitu 1500TBH untuk 5 orang dan mengunjungi 3 tempat dalam sehari, yaitu Doi Pui Hmong Village, Bhubing Palace, dan Doi Suthep.

Destinasi pertama yang kami datangi adalah Doi Pui Hmong Village. Desa ini memiliki latar belakang pemandangan indah dan udara pegunungan yang segar. Untuk mencapai Doi Pui Hmong Village, kami berjalan melalui tangga yang kanan kirinya menjual berbagai macam kerajinan dan barang-barang khas Thailand yang unik dan lucu. Tiket masuk ke tempat ini adalah 10TBH. 


Doi Pui juga memiliki kafe dan kita bisa mencapainya jika kita naik tangga ke dataran yang lebih tinggi, namanya Hmong Doi Pui Family Coffee. Kami memesan berbagai macam minuman dari milkshake strawberry hingga kopi. Seger banget!







Kami juga mengunjungi Bhubing Palace, yaitu kediaman musim dingin bagi keluarga Kerajaan Thailand. Tiket masuknya adalah 50TBH. Disini kami berkeliling lingkungan keluarga Kerajaan namun kami tidak diperbolehkan masuk ke rumah dan banyak penjaga yang berjaga di sekitar. Walaupun lingkungan kediaman ini luas, kalian tidak perlu khawatir akan tersesat karena banyak papan penunjuk jalan dan saat masuk akan diberikan peta serta informasi mengenai Bhubing Palace. Bhubing Palace juga memiliki kebun bunga, penampungan air, hingga bambu raksasa.

Taman bunga


Penampungan air



Kata orang, belum ke Chiang Mai bila tidak berkunjung ke temple paling suci di Chiang Mai, Wat Phrathat Doi Suthep. Temple ini dapat dicapai setelah menaiki 300an anak tangga. Namun tidak perlu khawatir, karena Doi Suthep juga memiliki lift jika tidak kuat naik tangga. Sesampainya diatas, kami berkeliling temple dan kami memasuki pagoda yang semuanya berwarna emas! Beda banget deh sama temple-temple yang udah pernah kita datangi karena disini terasa lebih sakral.






 

Pemandangan kota Chiang Mai juga dapat dilihat dari Doi Suthep lohhh!






Makan di Chiang Mai ga perlu cemas karena di Old City ada pasar yang menjual berbagai macam makanan jika sudah sore! Tidak hanya itu, kami juga sempat masuk ke temple saat malam hari yang padahal seharusnya temple tersebut sudah tutup namun teman kami berhasil membujuk penjaganya untuk dapat di bukakan :)

Old City sunset

Night at the temple



Day 3

Hari ini adalah salah satu hari yang paling gue tunggu-tunggu selama di Chiang Mai karena hari ini kami akan mengunjungi desa Long Neck Karen. Masih menggunakan jasa bapak Songthew yang kemarin, kami kembali tawar menawar harga untuk destinasi pada hari kedua di Chiang Mai. Akhirnya kami mendapatkan harga 500TBH untuk 5 orang dan mengunjungi 2 tempat, yaitu desa Long Neck Karen dan Mae Sa Elephant Camp.


Tiket masuk ke Long Neck Karen Village terbilang cukup mahal, yaitu 500TBH. Pertama kali berjalan masuk, sempet mikir “yah gini doang nih”, tapi pas udah makin masuk ke dalem dan melihat langsung penghuni desa tersebut serta barang jajakannya.... hmm terpesona deh! Para perempuan di desa Long Neck Karen disebut sebagai “giraffe woman”. Bagaimana tidak, para perempuan tersebut memiliki leher panjang karena mengalungi cincin besar di leher mereka dan tidak boleh dilepas apapun aktifitas yang dilakukan mulai dari makan hingga tidur. Mereka telah menggunakan cincin di leher mereka sejak umur 2 tahun dan akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya usia mereka. Gue salut banget dengan perempuan-perempuan di desa tersebut yang masih mempertahankan tradisi mereka walau cincin yang mereka gunakan sangat berat.  They said, the longer their neck, the more beautiful the woman.


Pas baru masuk ketemunya ibu-ibu ini


Interview bentar

Foto keluarga



Selain di leher, cincin juga dapat digunakan di bawah lutut, pergelangan kaki, bahkan sebagai anting. Sedangkan laki-laki di desa ini, mereka menggunakan sesuatu seperti benang kasur berwarna kuning di leher mereka. Namun kurang paham juga untuk laki-laki dewasanya ya karena yang gue lihat hanya anak laki-lakinya saja.



Si judes, tapi lovely



Jangan ragu juga untuk mengajak ngobrol pada warga di desa ini karena mereka sangat welcome menjawab pertanyaan kita, selama mereka masih mengerti dan bisa mengutarakannya dalam bahasa Inggris. Kami juga berfoto dengan beberapa perempuan dan anak kecil di desa ini namun jangan lupa untuk membeli barang-barang yang mereka jual terlebih dahulu ya! Bagus-bagus kok dan masih bisa ditawar asal ga tawar sadis karena kasian juga sih mereka hidup dari barang yang mereka jual, walaupun tiket masuk desa tersebut juga dialokasikan untuk warganya.

FYI, ini harganya 1000TBH :(((((




Kemudian kami melanjutkan perjalanan kami ke Mae Sa Elephant Camp. Sebenarnya yang ingin kami tuju adalah Elephant Jungle Sanctuary, namun karena salah paham atau gimana, driver membawa kami ke Mae Sa Elephant Camp yang memang lokasinya tidak jauh dari Long Neck Karen Village. Tiket masuk ke tempat ini adalah 250TBH. Banyak hal yang dapat dilakukan disini, seperti melihat dan memberi makan gajah (bisa membeli pisang dan sejenis bambu untuk makanan gajah di dalam Mae Sa), melihat atraksi gajah, menaiki gajah, hingga memandikan gajah. Namun saat di Mae Sa yang kami lakukan hanya memandangi gajah dan melihat atraksi mereka, mulai dari bermain bola, hingga melukis namun kami tidak sempat memandikan gajah karena memandikan gajah baru dimulai jam setengah 4 sore sedangkan kita harus kembali ke hotel untuk menuju Bangkok.


    
Setelah merasa cukup di Mae Sa Elephant Camp, kami kembali ke Old City dan mencari makan. Gue juga sempet mampir di Chiang Mai Saturday Market karena kebetulan hari itu adalah hari Sabtu namun hanya sebentar karena dikerjar waktu untuk menuju terminal bus. Kami menggunakan bus double decker kembali untuk perjalanan ke Bangkok. Kali ini kami memilih bus VIP karena harga yang tidak jauh beda setelah ditawar (disini bisa ditawar!). Bus VIP hampir sama dengan bus kelas 2 namun makanan yang didapat lebih banyak dan ada tv kecil di setiap kursi (tapi semuanya berbahasa Thailand, gada bahasa Inggrisnya) serta luas kursi yang lebih lega sehingga kursi dapat ditiduri. Bus ini juga mendapatkan makanan di restaurant tempat bus berhenti saat istriahat. Waktu yang ditempuh juga lebih cepat satu jam.

Day 4


Today is shopping day!! Yeayyy hari ini kami akan mengunjungi salah satu weekend market terkenal di Bangkok, yaitu Chatuchak Weekend Market! Pagi hari setelah tiba di Bangkok kembali dan telah  menaruh barang bawaan kami di hostel (Yellow Mango Hostel), kami langsung berangkat menuju Chatuchak menggunakan BTS. Jika kesini dibawah jam 10, maka masih banyak toko yang tutup dan baru buka namun masih sepi dan siangan dikit, Chatuchak sudah ramai banget. Jadi menurut gue waktu terbaik ke Chatuchak adalah jam 2 atau 3 siang. Banyak hal yang dijual di Chatuchak, mulai dari fashion, makanan, oleh-oleh khas Thailand, seperti baju, celana, tas, buku, pajangan, aksesoris yang semuanya identik dengan ciri khas Thailand, yaitu gambar gajah dan motif tribal hingga menjual aroma therapy atau sabun yang bentuknya agak senonoh! Pokoknya mau cari apa aja ada deh di Chatuchak! Asal sabar dan mau muter-muter ya~


Belum puas belanja di Chatuchak, sore hari kami menuju Asiatique Riverfont. Katanya sunset disini bagus namun saat kami kesana, awan mendung menutupi langit sehingga kami tidak dapat melihat sunset. Untuk menuju kesini, kami menggunakan kapal yang telah disediakan khusus ke Asiatique. Kalau dilihat, Asiatique mirip dengan Paris Van Java Bandung tapi bedanya ini di tepi sungai. Asiatique mirip dengan market-market lainnya yang ada di Bangkok karena bisa belanja dan banyak tempat makan. Namun pembedanya adalah di Asiatique memiliki bianglala besar yang sering juga disebut sebagai “Bangkok Eyes”. Kami ga sempat naik si bianglala besar ini karena uang kami sudah habis dipakai belanja dan saat ini untuk orang dewasa dikenakan tarif sebesar 400TBH untuk dapat menaikinya.





Day 5


Meski hari ini adalah hari terakhir di Bangkok, gue masih penasaran ingin belanja di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Bangkok, yaitu Platinum. Sebelumnya gue udah pernah merasakan belanja di sini pada awal tahun 2015, namun merasa tidak puas karena saat itu diburu waktu. Satu hal yang gue pelajari dari belanja disini adalah jangan terlalu cepat mengambil keputusan untuk membeli baju karena jatohnya bisa ga cocok saat dipakai karena beli baju disini gaboleh dicoba terlebih dahulu! Kita diharuskan membayar dahulu baru bisa mencoba baju yang kita beli namun ada beberapa toko yang memperbolehkan kita menukar baju jika dirasa tidak cocok tapi uang tidak dapat kembali. Berkat hal ini, gue menyesali 2 dari 4 baju yang gue beli karena menurut gue engga sebegitu bagus seperti yang ada di pikiran gue. Dan gue pun berfikir, harga baju disana hampir sama dengan harga baju online shop di Indonesia, malah lebih bagus di Indonesia walau hanya lihat dari gambar. So, buat yang gila belanja, belajarlah untuk menahan diri ya! Lebih baik belanja di pasar saja.


Setelah itu pun gue mendatangi Pratunam Martket yang tidak jauh dari Platinum karena rasa penasaran pula. Namun gue masih mengagungkan Chatuchak karena Pratunam Market biasa aja menurut gue. Dan yaaah Pratunam Martket adalah destinasi terakhir kami saat berada di Bangkok dan kini waktunya kami kembali ke kehidupa nyata. Selamat tinggal Bangkok, see you when I see you!

Q&A selama di Bangkok dan Chiang Mai


1. Tempat paling favorit atau berkesan?
LONG NECK KAREN VILLAGE!! Tiket masuknya emang mahal tapi worth it banget! Lebih worth it menurut gue daripada Grand Palace karena harga tiket masuknya sama. Sebelumnya cuma bisa liat dari foto aja tentang giraffe woman, tapi sekarang bisa ngeliat secara langsung bahkan ngobrol! Keluarin deh tuh semua pertanyaan kecil yang bikin kepo.
2. Momen paling unik?

Saat lagi di terminal bus antar kota, lagi nyari tempat makan (KFC) dan tiba-tiba ada lagu kebangsaan Thailand diputar dan semua orang serentak langsung berdiri dan berhenti melakukan aktifitasnya saat itu. Merinding!

3. Hal yang pengen dilakukan dan belum terlaksana?

Mandi bareng gajah! Udah niat banget ampe bawa baju ganti dan udah ngiler liat foto-foto serta reviewnya.. Apalah daya belom jodoh ama gajah.

4.  Hal yang paling disesali?

Kurang menyisihkan uang untuk naik bianglala. Padahal tujuan ke Asiatique pengen naik bianglalanya.....

5. Budget terbesar kepake ditempat apa?

Tentu saja Long Neck Karen Village.

6. Rating overall buat trip ke Thailand?

8/10

7.  Hostel rekomen?

Kalo di bangkok ada di Yello Mango Hostel karena bersih, nyaman, enak, deket lingkungan islam (jadi makanannya halal semua) dan dekat dengan BTS. Kalo di Chiang Mai, The Dorm Chiang Mai karena harganya yang murah (100TBH untuk dorm isi 8 orang) dan dekat dengan Old City.


Tips and Trick ke Bangkok dan Chiang Mai versi gue

1. Biasakan menggunakan pakaian yang sopan dan tertutup aja karena kebanyakan destinasi di Thailand adalah temple yang mana harus berpakaian sopan, kecuali jika ke pantai ya.
2. Kacamata hitam dan topi karena disana panassss banget!
3. Sediain air putih di tas karena itu tadi panas dan banyak berjalan. Gue juga nyaranin beli air putih di sevel aja karena murah.
4.  Bagi yang picky sama makanan, Thailand bener-bener gabisa ditebak sih rasa makanannya. Mending beli sesuatu yang pasti-pasti aja dan kalo kalian ke KFC, jangan lupa bilang “GA PAKE BUMBU, JUST RICE AND CHICKEN” karena nasi ayam KFC disana diwarnai bumbu-bumbu bawang dan apalah itu yang rasanya ga banget. Apalagi bagi yang muslim, disana banyak babinya.
5. Bawa baju secukupnya, bener-bener secukupnya apalagi yang backpacker kaya gue yang kadang ga ganti baju karena ga sempet. Apalagi pasti kalian tergiur untuk beli baju disana.
6. Belanja di Chatuchak aja karena menurut gue ini pasar terlengkap dan termurah, jadi puas-puasin disana. Tapi inget, tawar dulu sebelum membeli.
7. Menggunakan kendaraan umum karena lebih aman, murah, dan ga capek.
8. Cari penginapan yang dorm karena lebih murah, bisa di booking di booking.com

NB : maaf ya gada foto di pasar-pasar karena fokus belanjan :3

See u in 2018!